Jumat, 11 November 2011

Untukmu, Para Mempelai dan Pendidik Sejati


CIREBON, KOMPAS.com — Anggota Kepolisian Resor Cirebon Kota menemukan video duel pelajar di dalam telepon seluler (ponsel) pelajar SMKN 1 Cirebon, Selasa (8/11/2011). Selain video duel, polisi juga menemukan video porno di ponsel pelajar SMKN 1 Cirebon dalam razia kemarin. Razia digelar di SMKN 1 Cirebon sejak pukul 09.30 sampai pukul 12.00. Setiap tas dan ponsel pelajar diperiksa satu per satu. Ini dilakukan untuk meminimalisasi kriminalitas di kalangan pelajar sebab belakangan ini kerap terjadi tawuran antarpelajar SMK di Kota Cirebon.”
Pada berita di atas terdapat beberapa contoh kasus yang sering terjadi di kalangan pelajar saat ini. Perkelahian antar pelajar dan memiliki video porno tersebut menurut saya adalah kasus yang dianggap ringan bahkan sudah dianggap hal biasa oleh sebagian masyarakat.
Menurut Syamsudin (2008) perilaku amoral pelajar sangat sering kita dengar dan saksikan, dari kekerasan sampai keromantisan, dan dari mabuk-mabukan sampai pencabulan. Dan parahnya, perilaku ini semakin hari semakin menjadi-jadi. Misalnya, kasus video adegan mesum yang dilakukan pelajar. Selain itu terdapat juga kasus tawuran antar geng, tawuran antar sekolah, mengonsumsi miras (narkoba), pemerkosaan, seks bebas, pencabulan, dan pencurian.
Dengan keadaan tersebut banyak orang yang menanyakan status pelajar yang notabene sebagai seorang yang terdidik. Pendidikan yang dienyam telah bertahun-tahun seharusnya pelajar memiliki kepribadian yang kian membaik. Dan masih banyak lagi gugatan dan kritikan atas pelajar lainnya.
Mungkin kita pernah mendengar pepatah, “Ada asap ada api” yang artinya adalah segala akibat ada sebabnya. Begitu pula dengan persoalan pelajar yang telah disebutkan di atas. Pastinya ada faktor-faktor atau penyebab timbulnya perilaku pelajar seperti itu.
Menurut Hurlock (1980): sikap, kebiasaan, dan pola perilaku yang dibentuk selama tahun-tahun pertama sangat menentukan seberapa jauh individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah tua.
Dalam Suwaid (2010), Imam Al Gazhali mengatakan, “Anak adalah amanat di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah mutiara yang masih mentah, belum dipahat maupun dibentuk. Mutiara ini dapat dalam bentuk apa pun, mudah condong kepada segala sesuatu. Apabila dibiasakan dan diajari dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan itu. Dampaknya, kedua orang tuanya akan hidup berbahagia di dunia dan di akhirat. Semua orang dapat menjadi guru dan pendidiknya. Namun, apabila dibiasakan dengan keburukan dan dilalaikan=seperti dilalaikannya hewan- pasti si anak akan celaka dan binasa. Dosanya akan melilit leher orang yang bertanggung jawab atasnya dan menjadi walinya. Rasulullas saw. bersabda, “Setiap anak dilahirkan ats fitrahnya. Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani....” (HR Bukhori)
Oleh karena itu, perlu ada usaha dan kerja keras secara terus menerus dalam mendidik anak, memperbaiki kesalahan mereka dan membiasakan mereka mengerjakan kebaikan. Inilah jalan para Nabi dan Rasul: Nabi Nuh a.s. mengajak putranya beriman, Nabi Ibrahim a.s. mewasiatkan anak-anaknya untuk beribadah kepada Allah semata, dan demikian seterusnya.
Imam Nawawi dalam kitab Bustanul Arifin menyebutkan dari Asy Syafi’i dari Fudhail mengatakan: Nabi Dawud a.s. berdoa, “Wahai Tuhanku, perlakukanlah puteraku seperti  Engkau memperlakukanku.” Maka Allah swt. mewahyukan kepadanya, “Wahai Dawud, katakanlah kepada puteramu agar memperlakukan-Ku sama seperti engkau memperlakukan-Ku, niscaya Aku akan memperlakukannya seperti Aku memperlakukanmu.”
Oleh karena itu, Imam Ghazali dalam risalahnya, Ayyuhal Walad, menegaskan bahwa makna pendidikan sama seperti pekerjaan petani yang mencabut duri-duri dan menyiangi rumput-rumput liar, agar tanamannya tumbuh sehat dan mendapat hasil panen yang maksimal.
Firman Allah swt.:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa saja yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. at-Tahrim: 6)
Ibnul Qayyim menegaskan, “Maka, barang siapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan apa yang bermanfaat bagi anaknya dan meninggalkannya begitu saj, berarti dia telah melakukan suatu kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orang tua yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama berikut sunnah-sunnahnya. Para orang tua itu melalaikan mereka di waktu kecil, sehingga mereka tidak sanggup menjadi orang yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan tidak dapat memberi manfaat kepada orang tua meraka. Ada sebagian orang tua yang mencela anaknya karena telah bersikap durhaka. Sang anak membantah, “Wahai bapakku, engkau sendiri telah mendurhakaiku di masa aku kecil, maka sekarang aku mendurhakaimu setelah engkau tua. Sewaktu aku kecil engkau melalaikanku, maka sekarang aku pun melalaikanmu.”

Referensi:
  1. 1.    Hurlock, Elizabeth B.1980.Psikologi Perkembangan.Jakarta: Penerbit Erlangga
  2. 2.    Suwaid, Muhammad N.A.H.2010.Prophetic Parenting.Yogyakarta: Pro-U Media
  3. 3.    Syamsudin, Dasam.2008.Pelajar dan Perilau Amoral. Tersedia pada http://ngaji-syamsudin.blogspot.com/2008/11/pelajar-dan-perilaku-amoral.html diakses pada tanggal 11 November 2011
  4. 4.    Wadrianto, Glori K.2011. Dalam Razia, Ditemukan Rekaman Duel dan Video Porno. Tersedia  pada: http://regional.kompas.com/read/2011/11/09/05095311/Dalam.Razia.Ditemukan.Rekaman.Duel.dan.Video.Porno diakses pada tanggal 11 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar